Lensa.News, KOTAMOBAGU – Undang-Undang Cipta Kerja menjadi salah satu bagian dari Omnibus Law, yang mulai akrab di telinga sejak pidato pelantikan Presiden Joko Widodo akhir Oktober tahun lalu.
Lantas, apa itu Omnibus Law?Undang-undang ini lebih banyak kaitannya dalam bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi. Omnibus Law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat.
Tiga hal yang disasar pemerintah melalui omnibus law, seperti UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.
Tersiar kabar, setidaknya 74 UU diidentifikasi dan terdampak dari omnibus law. Omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
Dalam prosesnya, tak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR. Namun, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait.
Sektor ketenagakerjaan menjadi salah satu yang diselesaikan melalui omnibus law. Di sektor ini, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.
Selain itu, pemerintah merencanakan penghapusan skema pemutusan hubungan kerja (PHK), di mana terdapat penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.
Fakta omnibus law
Berikut beberapa rangkuman mengenai fakta-fakta omnibus law.
1. Jam lembur buruh lebih lama
Terdapat pengubahan beberapa ketentuan mengenai ketenagakerjaan untuk meningkatkan investasi dalam negeri, salah satunya jam lembur yang jauh lebih lama.
Pernyataan ini tertuang dalam omnibus law Bab IV soal Ketenagakerjaan pasal 78.
Dalam pasal tersebut disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam satu hari dan 18 jam dalam satu minggu.
Sementara pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 78 Nomor 1 poin b menyebutkan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam satu hari dan 14 jam dalam satu minggu.
2. Cuti panjang karyawan
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 79, pemerintah menjelaskan secara detail soal cuti panjang alias istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.
Cuti panjang yang diatur sekitar dua bulan pada tahun ketujuh hingga tahun ke delapan masing-masing satu bulan tiap tahunnya.
UU tersebut mengatur secara jelas peraturan soal istirahat panjang yang dibuat dalam beberapa poin khusus.
Sementara pada omnibus law Cipta Kerja, peraturan cuti tahunan tak lagi diatur secara khusus oleh pemerintah.
Kendati begitu, perusahaan dapat memberikan cuti panjang kepada karyawannya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pemerintah hanya mengatur waktu istirahat antara jam kerja setelah kerja empat jam berturut-turut dan istirahat mingguan sekitar satu sampai dua hari.
Selain itu, diatur cuti tahunan yang harus diberikan perusahaan minimal 12 hari.
3. Pekerja lebih rentan di-PHK
Pemerintah melonggarkan aturan bagi pengusana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pekerja/buruh.
Sementara pada aturan sebelumnya, pelaksanaan PHK sebisa mungkin dihindari terlebih dahulu.
4. Yang tidak dihapus
Kementerian Ketenagakerjaan menjelaskan tidak akan ada penghapusan pesangon dalam omnibus law, tapi diatur mengenai pengemplementasiannya.
Pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) tetap akan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja.
Upah minimum juga tidak akan dihapuskan. Upah per jam yang diwacanakan pemerintah merupakan upah pekerja di sektor-sektor tertentu.
Selain itu, omnibus law cipta lapangan kerja tidak akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
Jika pengusaha melanggar hak-hak pekerja, tetap diproses mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi pidana.
5. UMKM
Pemerintah mengklaim bahwa RUU akan mendorong adanya efisiensi maupun debirokratisasi karena memberikan kemudahan dan mempercepat proses perizinan berusaha, terutama bagi UMKM dan koperasi.
Sementara itu, RUU Omnibus Law merupakan kekuatan pembuka pagar investasi sebesar-besarnya di Indonesia. Akan terdapat kemudahan dalam investasi, ekspor, pendirian usaha, pembiayaan, dan lain sebagainya
Disebutkan lebih lanjut, pemerintah menginginkan UMKM naik kelas, di mana UMKM berusaha semakin luas, ikut pengadaan di pemerintah, ikut pengerjaan pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, dituliskan bahwa mau tidak mau, daya saing produk UMKM harus standar global.
(Chag/KOMPAS.com)