“Sulawesi Utara juga akan Terkena Dampak”
LENSANEWS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat, soal fenomena alam La Nina yang berpotensi meningkatkan curah hujan hingga 40 persen di Indonesia.
Fenomena yang terjadi di Samudera Pasifik ini, diprediksi mengakibatkan anomali cuaca berupa peningkatan curah hujan di Tanah Air.
Dari data BMKG, prakiraan dampak La Nina terjadi pada akhir 2020 hingga awal 2021. Saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi Selatan bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah bagian barat, kemudian Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Pulau Buru bagian utara, Papua Barat bagian utara dan Papua bagian tengah, sudah memasuki musim hujan sejak Oktober hingga November nanti. Puncak musim hujan diprakirakan umumnya akan terjadi pada Januari dan Februari 2021.
Mengenal fenomena La Nina
Melansir Kompas, Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Indra Gustari menjelaskan, La Nina secara umum dapat dikatakan sebagai fenomena iklim yang berlawanan dengan El Nino atau fenomena iklim pemanasan atau kemarau panjang.
“Jika peristiwa El Nino dikaitkan dengan pemanasan di Pasifik tropis bagian tengah dan timur. Sedangkan, kejadian La adalah kebalikannya,” ujar Indra saat dihubungi Kompas.com, Minggu (4/10).
Dengan demikian, yang terjadi pada fenomena La Nina adalah pendinginan yang tidak biasa di mana anomali suhunya melebihi minus 0,5 derajat celcius di area yang sama dengan El Nino.
La Nina merupakan anomali sistem global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang berkisar antara dua sampai tujuh tahun.
Kejadian La Nina terjadi saat Samudera Pasifik dan atmosfer di atasnya berubah dari keadaan netral (normal) pada periode waktu dua bulan atau lebih.
Perubahan di Samudera Pasifik dan atmosfer yang ada di atasnya ini terjadi dalam siklus yang dikenal dengan sebutan ENSO (El Nino – Southern Oscillation).
Saat itu, atmosfer dan lautan saling berinteraksi, memperkuat satu sama lain, dan menciptakan putaran yang saling mengamplifikasi (memperkuat) perubahan kecil di lautan.
Jika kopel (couple) antara lautan dan atmosfer sudah sepenuhnya terjadi maka ENSO dikatakan telah terbentuk.
Proses munculnya La Nina
Mekanisme terbentuknya La Nina berawal saat Angin Passat (trade wind), kolam air laut yang hangat dapat mencapai lebih jauh ke Pasifik barat, termasuk. Sehingga Perairan Indonesia lebih hangat dari biasanya.
Adapun Samudera Pasifik bagian tengah akan lebih dingin dari biasanya dan termoklin akan lebih dangkal di timur.
Akibatnya, air laut lebih dingin dari level bawah naik ke permukaan sebagai penguatan upwelling.
“Konveksi dan pembentukan awan menguat di wilayah Indonesia, seiring dengan sirkulasi Walker juga menguat,” kata Indra.
Dampak La Nina
Dampak utama dari fenomena La Nina ke cuaca atau iklim di Indonesia yakni timbulnya peningkatan curah hujan.
Akan tetapi, kondisi topografi di Indonesia yang berbeda-beda maka dampak La Nina di Indonesia pun tidak seragam di seluruh wilayah.
“Berdasarkan kajian ilmiah dari histori kejadian sebelumnya, dampak La Lina berupa peningkatan curah hujan terjadi terutama di bagian tengah dan timur wilayah Indonesia,” kata Indra.
Untuk itu, masyarakat diimbau untuk waspada terhadap dampak ikutan dari curah hujan tinggi yaitu bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor.
Beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat misalnya, dengan melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Di antaranya dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air yang berlebih. (***/lensa.news)