Oleh:
Murdiono Prasetio A. Mokoginta*
Di utara Celebes, mata tertuju pada serangan armada Ternate melawan Siauw. Tak ada sama sekali bayang-bayang VOC yang bersembunyi di balik layar menunggu hasil akhir perang ini. Hal inilah yang menyebabkan Spanyol seakan membiarkan Siauw berdiri sendiri bertahan melawan badai serangan yang datang dari Selatan. Armada Padtbrugge, Sibori Amsterdam, dan Loloda Mokoagow yang memberi bantuan akhirnya menuju Siauw hingga menyerah di lapangan Ulu 8 November 1677.
Bila Spanyol bergabung dalam perang maka Kerajaan Bolaang Mongondow yang berkuasa di utara Celebes akan membantu Ternate dan bahkan bisa saja siap menghancurkan kekuatan Spanyol hingga Manila.
Di sinilah peran Padtbrugge di tahun 1677 menggunakan siasat menjadi jembatan persahabatan antara Raja Loloda Mokoagow dan Sultan Sibori Amsterdam agar jika Spanyol sewaktu-waktu membantu Siauw, maka dua kekuatan di Hindia Timur ini bisa menjadi kekuatan dahsyat yang menghancurkan mental Spanyol untuk tidak terlibat dalam perang ini.
BACA JUGA: Negeri Bogani dalam “Soerabaiasch Handelsblad, 22 Dec 1893” (Bagian Pertama)
16 Agustus 1677 armada kekuatan terhebat Ternate yang dipersiapkan untuk menyerang Siauw tiba di Manado. Hampir 17 hari di Manado, pada tanggal 5 September 1677 menggunakan kapal Vliegende Swaan dengan dikawal tiga kora-kora, Gubernur Maluku Padtbrugge menuju ke Kaidipang.
Menempuh perjalanan tiga hari akhirnya ia tiba pada 8 September 1677 untuk melakukan pertemuan dengan Radja Martinus Binangkal yang meminta bantuan VOC untuk melawan Bolang Itan dan Siauw.
Sehari setelah kedatangan armada Ternate dan VOC ke Kaidipang, maka pada 10 September 1677 Padtbrugge mengundang Bolang Itan untuk berunding untuk memaksa mereka mengakui supermasi Sultan Ternate. Perundingan ini gagal karena Pastor Terootti yang berada di pihak Bolang Itan mencoba menguatkan Bolang Itan agar tidak takut dengan tekanan VOC dan melakukan perlawanan.
Atas kegagalannya perundingan ini, hari berikutnya Padtbrugge memutuskan untuk menyerang Bolang Itan dengan armada besar yang berlangsung hingga malam hari tangga 18 September 1677. Kekuatan yang tidak seimbang antara Bolang Itan melawan tiga kekuatan besar Ternate, Kaidipang dan VOC akhirnya mematahkan perlawanan di malam mencekam itu.
Pasca pertempuran pengaruh Pastor Terotti disingkirkan dari Bolang Itan. Kerajaan Kaidipang dan Bolaang Itan ditempatkan di bawah kekuasaan Ternate dan harus dengan tangan terbuka menerima penyebaran agama Protestan yang dibawa oleh VOC dalam rangka ‘gospel’.
Setelah berhasil menundukan Bolang Itan dan membuat Kaidipang mengakui penguasaan VOC dan Ternate atas mereka, Padtbrugge menyempatkan datang ke Gorontalo dalam beberapa waktu. Dari Gorontalo mereka kembali ke Manado mengunjungi Raja Loloda Mokoagow yang merupakan sekutu terdekat Ternate. Saat itu Raja Loloda tingga di Amurang dan ikut menyediakan beberapa pasukan yang akan menyerang Siauw dan mengakui kedaulatan Ternate di sana.
Menyusul setelah itu adalah Djogoegoe Buwol yang baru saja akan menyatakan memeluk Kristen kepada Guru Andries Furtados kini siap melakukan pertemuan dengan Padtbrugge di Manado. Sejak 1705 diketahui bahwa di Buwol memang telah terdapat pemeluk agama Kristen selain orang Islam yang ada di sana.
Setelah beberapa waktu di Manado armada Ternate dan VOC bergerak menuju Siauw dan menaklukannya pada 8 November 1677. Setelah itu perusahan-perusahaan kolonial memiliki akses menuju ke sana untuk menggarap sumber daya alam yang ada. Bagi VOC ini merupakan bentuk perlindungan yang baik Kerajaan Siauw dari Spanyol dan Portugis yang sangat tidak disukai Padtbrugge.
Awalnya Kerajaan Siauw ini menyerah dan mengakui kedaulatan Ternate bukan kepada VOC. Namun selang beberapa tahun kemudian saat Sultan Sibori Amsterdam ditangkap oleh VOC ia menandatangani penyerahan Siauw ini kepada VOC.
Pada tanggal 3 Maret 1678 Raja Sibori Amsterdam menyampaikan kepada masyarakat dengan sepucuk surat dan cap kerajaan yang berisi tentang penyerahaan wilayah yang diduduki Ternate di Celebes kepada pemerintahan Gubernur Ternate.
Setelah sebagian besar wilayah Utara dimonopoli VOC, maka berbagai berita dari wilayah utara Celebes menjadi tidak jelas. Hingga tahun 1832 ada beberapa orang Kristen di Bolang Itan dan dan Bolaang Mongondow keturunan mereka masih bisa eksis pada saat itu. Beberapa penulis berita harian Batavia juga terkadang memuat berita-berita besar dari sana.
Walaupun nampak wilayah Celebes telah dikuasai tapi ada kerajaan yang masih berdiri independen. Kerajaan Bolaang Mongondow yang berdiri tegap untuk saling menjaga hagemono Belanda di utara Celebes tapi tidak bisa ditundukan dan menjaga eksistensi wilayah mereka. Tahun 1829 kontrak disepakati oleh residen Manado Pietermaat dengan Bolaang Mongondow, Bolang Itan, Kaidipang, dan Buwol. Residen menjaga hubungan yang baik seiring waktu agar tidak kelaparan di tanah kekuasaannya (Manado).
*Penulis Adalah Ketua Lembaga Pusat Studi Sejarah Bolaang Mongondow Raya (PS2BMR)