Lensa.News, KOTAMOBAGU — Peredaran obat yang mengandung ranitidin terus diawasi oleh Dibas Kesehatan Kota Kotamobagu, hal ini ditegaskan oleh Plt Kepala Dinas Kesehatan Ahmad Yani Umar Saat dikonfirmasi awak media pada senin (14/10) kemarin.
Menurutnya pengawasan untuk jenis obat ranitidin ini mereka telah membentuk tim agar bisa mengontrol peredarannya.
Yani juga menekankan untuk seluruh apotik yang berada di Kotamobagu agar memperhatikan hal tersebut, apabila masih ditemukan peredaran obat jenis ranitidin ini maka pihaknya akan memberikan sangsi yang tegas.
“Sanksinya sampai pada pencabutan Surat Izin Apotik (SIA), Surat Izin Praktek (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR),” tegasnya.
Dari BPOM sendiri memerintahkan untuk penarikan 5 merek produk obat yang mengandung Ranitidin dari peredaran.
Adapun 5 merek obat Ranitidin itu adalah:
1. Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan oleh PT Phapros Tbk. Nomor Bets Produk Beredar obat ini adalah 95486 160 s/d 190, 06486 001 s/d 008, 16486 001 s/d 051 dan 26486 001 s/d 018.
2. Zantac Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan PT Glaxo Wellcome Indonesia. Detail Nomor Bets Produk Beredar obat ini ialah GP4Y, JG9Y dan XF6E
3. Rinadin Sirup 75 mg/5mL yang diedarkan oleh PT Global Multi Pharmalab. Data Nomor Bets Produk Beredar obat ini adalah 0400518001, 0400718001 dan 0400818001
4. Indoran Cairan Injeksi 25 mh/mL yang diedarkan PT Indofarma. Nomor Bets Produk Beredar obat ini ialah BF171008
5. Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL yang diedarkan PT Indofarma. Detail Nomor Bets Produk Beredar obat ini ialah BF171 009 s/d 021
Untuk 4 produk obat Ranitidin terakhir, BPOM meminta penarikannya secara sukarela. Sementara untuk obat Ranitidin yang diedarkan PT Phapros, BPOM tegas memerintahkan penarikannya.
Seperti yg diketahui bahwa indikasi Obat Ranitidin Bisa Menjadi Pemicu Kanker.
Ranitidin adalah obat yang digunakan untuk penanganan gejala penyakit asam lambung dan tukak usus. BPOM mengizinkan peredaran obat ranitidin sejak 1989. Obat ini biasa berupa tablet, sirup dan injeksi.
Sebagai obat golongan Histamine-2 (H2) Blockers, Ranitidin berfungsi untuk menghambat reseptor histamin di lambung. Ranitidin juga bisa mengurangi produksi asam lambung. Karena itu, obat ini biasa diresepkan untuk mengobati dan mencegah gastritis (radang dinding lambung) serta ulkus peptikum (tukak lambung).
Siaran resmi US FDA pada 13 September lalu, menyebut kandungan N-Nitrosodimethylamine atau NDMA dalam level rendah ditemukan di beberapa produk obat Ranitidin, termasuk yang bermerek Zantac.
“NDMA diklasifikasikan sebagai zat yang mungkin menjadi karsinogen bagi manusia (zat yang dapat memicu kanker), berdasarkan hasil tes laboratorium. NDMA dikenal sebagai zat pencemar lingkungan dan bisa ditemukan dalam air dan makanan, termasuk daging, susu serta sayuran,” kata Direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Obat US FDA, Janet Woodcock M.D.
Menurut Janet, tahun lalu, FDA juga telah menyelidiki kandungan NDMA dan turunan Nitrosamin lainnya pada obat untuk tekanan darah tinggi, yakni Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs). Di kasus ARB, FDA merekomendasikan penarikan banyak produk obat.
Sementara pada 16 September lalu, lembaga pengawas obat Singapura, yakni The Health Sciences Authority (HSA) telah memerintahkan penjualan 8 merek obat Ranitidin disetop karena terbukti mengandung NDMA di atas batas normal. Larangan itu keluar usai HSA menguji semua merek obat Ranitidin yang beredar di Singapura.
HSA menjelaskan paparan NDMA dalam jangka waktu yang lama dan melampaui ambang batas aman untuk manusia terbukti bisa memicu kanker pada hewan. HSA mencatat banyak obat yang mengandung NDMA di atas batas normal telah ditarik dari peredaran di seluruh dunia.
Berdasar keterangan Badan Kesehatan Dunia (WHO), memang ada bukti konklusif bahwa NDMA merupakan zat karsinogen dengan dampak kuat pada hewan. Badan Internasional untuk Riset Kanker (IARC) pun mengklasifikasikan NDMA sabagai zat yang terindikasi dapat memicu kanker pada manusia. Sejumlah studi kasus mendukung asumsi bahwa konsumsi NDMA berhubungan dengan kanker lambung dan kolorektal.
Sumber: tirto.id