Lensa.News, KOTAMOBAGU – Pemerintah Kota (Pemkot) Kotamobagu melalui Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) terus memaksimalkan penagihan Pajak Bumi Bangunan, Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2). Namun, hingga memasuki minggu pertama triwulan IV tanggal 8 Oktober 2018, realisasi PBB-P2 desa dan kelurahan di empat kecamatan di Kota Kotamobagu, bisa dikatakan masih rendah.
Data diperoleh dari BPKD Kotamobagu, realisasi PBB-P2 baru mencapai Rp.1.481.499.419 dari target Rp.2.901.159.2019 atau 51,07%. Dengan rincian capaian per-kecamatan yakni, Kotamobagu Selatan 51,35%, Kotamobagu Barat 53,42%, Kotamobagu Utara 53,24% dan Kotamobagu Timur 46,23%.
Kepala Bidang Pendapatan BPKD Kotamobagu, Ilmar Z Rusman, mengatakan ada dua desa realisasi PBB masih sangat rendah, yakni Desa Sia dan Moyag. Sementara yang tertinggi Desa Kobo Besar dengan capaian 81,95%.
“Untuk Desa Sia realisasi baru Rp45.000 dari target Rp4.787.742 atau 0,94 persen. Sementara Desa Moyag dari target Rp28.477.367, yang terealisasi baru Rp270.114 atau 0,95 persen,” kata Ilmar, Senin (15/10/2018).
Menurutnya, minimnya realisasi dari kedua desa tersebut karena banyak kendala saat petugas turun melakukan penagihan di lapangan.
“Dari rapat evaluasi, setiap capaian disampaikan. Nah, kendala yang dialami petugas atau perangkat dari dua desa tersebut saat melakukan penagihan kepada wajib pajak, ketika dijumpai yang bersangkutan tidak ada di rumah. Alasannya sedang keluar daerah. Kendalanya hanya itu saat dilakukan penagihan,” tuturnya.
Lanjutnya, disisa waktu yang ada, diharapkan para kepala desa dan lurah dapat memacu penagihan karena waktu jatuh tempo sampai 31 Desember 2018.
“Untuk evaluasi capaian realisasi masih perlu ditingkatkan. Tetapi jika dibandingan dengan tahun lalu, di hari yang sama, maka capaian realisasi hampir sama yakni 55.32%,” kata Ilmar.
Sementara itu, ditanya apakah ada sanksi bagi kelurahan dan desa jika hingga waktu jatuh tempo tanggal 31 Desember 2018 capaian realisasi PBB masih tetap rendah, Ilmar mengatakan, tidak ada sanksi yang diberikan.
“Secara regulasi tidak ada hukuman. Tapi secara moril dipertanyakan kinerja mereka sebagai perangkat desa dan kelurahan,” pungkasnya. (gufran)