KOTAMOBAGU – Kontroversi pasca dipentaskannya Pingkan Matindas: Bintang Cahaya Minahasa karya sutradara Achi Breyvi Talanggai, menguak fakta pahit: masih banyak yang tidak tahu sejarah Kerajaan Mongondow, termasuk kisah Datu (Raja) Loloda Mokoagow.
Apakah benar sang Datu ini mangkat dengan cara tragis seperti dikisahkan dalam satu fragmen di pementasan itu atau karena sebab lain? Kalau tidak benar dipenggal oleh orang suruhan, kenapa begitu banyak yang marah? Marah tanpa tahu pokok perkara?
Pula, seberapa berkuasanya Kerajaan Mongondow hingga kekuasaannya bukan hanya di wilayah BMR (kecuali dalam yurisdikasi swapraja Bolango, Bintauna, dan Kaidipang Besar), melainkan hingga Manado dan oleh sebabnya Datu Loloda Mokoagow juga berjuluk Raja Manado?
Menyadari hal-hal itu, beberapa kaum muda melek sejarah bakal menggelar dialog terbuka Datu Loloda Mokoagow: Raja Manado Penguasa Semenanjung Sulawesi.
Tiga pemapar akan bergantian memberikan informasi krusial dalam perjalanan peradaban BMR ini. Mereka masing-masing: Donald Q Tungkagi, spesialis sejarah Mongondow dan sejarah Islam di BMR dari The Bolmong Raya Institut, periset muda yang juga anggota Polri, Sumitro Tegela (The Historia BMR), dan seorang “Pak Guru” muda, sarjana sejarah, Murdiono Mokoginta (Pusat Study Sejarah BMR).
Dialog terbuka ini akan dilangsungkan di Komalig mini di Kopandakan I, mulai pukul 16.00 WITA, Sabtu (7/11) sore hingga tuntas. Salah satu pemapar, Murdani atau biasa disapa Dion menjelaskan, mereka bertiga mencoba mengemukakan eksistensi Raja di BMR dalam perspektif sejarah, bukan sastra dan sebagainya.
Yang kedua, lanjutnya, kembali menyadarkan kita semua bahwa dalam momentum ini (kemarahan ‘intau’ BMR pasca pementasan Pingkan Matindas), membangunkan kita semua masyarakat BMR bahwa ternyata kita butuh sejarah untuk menguatkan jati diri, sebagai kehormatan. “Mudah-mudahan setelah diskusi ini, data-data yang kami miliki akan dikumpulkan, bersama data yang dimiliki masyarakat lain, kemudian kita teliti menggunakan pendekatan kritis,” kata Dion.
Kendati begitu, alumni Universitas Negeri Gorontalo (UNG) yang sudah menghasilkan dua buku ini berharap agar warga yang datang tetap mematuhi protokol kesehatan, guna mencegah makin meluasnya penyebaran Covid-19. (cag/tng/vil)