Lensa.news, Kotamobagu – Dihadapan awak media, Wali Kota Kotamobagu Ir Hj. Tatong Bara didampingi Wakil Walikota Nayodo Koerniawan SH dan Sekda Kotamobagu Ir Sande Dondo, menjelaskan semua kebijakan yang dikeluarkan untuk melindungi warga Kotamobagu dari ancaman pandemic Virus Corona (Covid-19).
“Kita semua tahu bahwa pasar merupakan salah satu fasilitas umum dengan intensitas lalu lintas orang dan barang yang tergolong tinggi, terutama pola human interaction yang cukup dekat. Dengan pola interaksi seperti ini, pasar menjadi salah satu tempat yang paling rentan terhadap penyebaran Covid-19, sehingga kami perlu mengambil kebijakan untuk membatasi jam operasionalnya”, ujar Walikota
Lanjut Walikota yang berparas cantik dengan segudang prestasi ini bicara panjang lebar terkait berbagai langkah dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kota dalam menghadapi pandemi virus yang sudah menelan korban jiwa puluhan ribu jiwa ini.
“Substansinya memang adalah pembatasan aktivitas. Puncak kepadatan lalu lintas jual beli di pasar biasanya antara pukul 5 subuh sampe dengan pukul 9 pagi. Setelah jam itu, aktivitas mulai agak menurun, dan terus turun pada siang harinya. Setelah siang hari hingga malam, biasanya aktivitas di pasar adalah bongkar muat barang. Masyarakat Kotamobagu tentu tahu, pedagang yang berjualan di Pasar Serasi, Pasar 23 Maret, Pasar Poyowa Kecil, tidak semuanya orang Kotamobagu. Tapi ada juga yang berasal dari luar Kotamobagu. Ada yang dari Makassar, Palu, Kalimantan, dan daerah-daerah lainnya di Sulawesi, yang beberapa di antaranya sudah masuk zona merah penyebaran Covid-19,” Terangnya.
Selain itu, patut menjadi pertimbangan kita bersama bahwa pasar di Kotamobagu menjadi salah satu magnet bagi para pedagang dari luar daerah, terutama memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
“Ingat, barometer Bolmong Raya sebagai wilayah mayoritas muslim ketika memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri adalah Kotamobagu, dan ini adalah lumbung besar bagi para pedagang dari luar daerah. Inilah yang patut kita jaga bersama. Di sini, saya tak mengkategorikan mereka sebagai pembawa virus, tapi di tengah situasi seperti ini adakah yang bisa menjamin itu? Penularan virus ini bukan hanya melalui kontak langsung dan tak langsung dengan pasien positif Covid-19, tapi uang yang digunakan dalam bertansaksi pun menjadi media paling rentan dalam mata rantai penyebaran,” terangnya.
Disadari, bahwa bukan hanya pasar tradisional saja yang rentan terhadap penyebaran wabah Covid-19, namun pusat perbelanjaan atau swalayan pun tak luput dari perhatian pemerintah.
“kami menyadari itu bahwa supermarket pun punya potensi. Tapi seperti yang saya sampaikan tadi, pola interaksi di pasar tentu agak berbeda dengan di supermarket. Di pasar polanya terlalu intim dengan lalu lintas orang yang sangat padat dan cenderung tidak teratur, belum ditambah akses jalan yang sempit. Coba kalau kalian berbelanja di pasar, pasti akan sangat mudah bersentuhan dengan orang, berhimpitan dan berdesakan di lorong-lorong lapak. Sementara di supermarket, polanya masih agak renggang dan tergolong masih teratur, akses masuk keluarnya pun hanya satu atau dua pintu, lebih mudah diatur dan ditata untuk menerapkan protokol penanganan covid-19,” tuturnya.
Lanjut, “Kalian semua tentu menyadari dan merasakan perbedaannya. Ingat, sekitar 50 persen ibu-ibu di Kotamobagu melakukan aktivitas belanja di pasar. Saat ini penyebaran virus ini sudah masuk kategori transmisi lokal, artinya penularan sudah terjadi antar penduduk lokal, dan bukan hanya berasal dari orang-orang yang datang sehabis melakukan perjalanan dari luar daerah khususnya daerah dengan zona merah. Yang lebih mengkhawatirkan ternyata penularannya sudah melalui orang yang tanpa gejala, dan ini menjadi sangat rentan dan memiliki resiko tinggi. Jika kemudian ada satu saja dari ibu-ibu ini yang terinfeksi, bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi kemudian. Bagaimana suami mereka? Anak-anak mereka di rumah? Keluarga mereka? Saya tak rela jika ada ibu-ibu kita yang harus mengalami ini. Satu pun warga kotamobagu akan saya lindungi. Saya rasa kita semua sudah melihat di beberapa daerah lainnya, aktivitas pasar yang harus ditutup total ketika ada satu saja yang terinfeksi. Pasar Tomohon dan Pasar Tondano misalnya yang sudah ditutup total sejak beberapa minggu lalu, Bahkan saat ini Pasar Modayag pun sudah ditutup total. Di Kotamobagu sendiri kita semua tentu tidak menginginkan Pasar Serasi, Pasar 23 Maret dan Pasar Poyowa Kecil harus tutup total, kita akan berbelanja dimana? Terlebih tak lama lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Ini harus menjadi poin penting bagi masyarakat, satu saja pedagang di pasar kita terinfeksi, maka penularannya akan berjalan dengan sangat cepat dan membahayakan. Saya rasa seluruh masyarakat Kotamobagu juga harus mempertimbangkan ini. Berikan kami kesempatan untuk melakukan penataan terlebih dahulu aktivitas pasar-pasar yang ada, agar setidaknya lebih teratur. Minimal di setiap pintu masuk, harus ada tempat cuci tangan, akses jalan dan lorong-lorongnya juga harus ditata, termasuk tempat berjualan para pedagangnya untuk meminimalisir kontak fisik secara langsung, baik antar pembeli maupun pedagangnya,” pungkasnya.
(Mira)