Oleh: Murdiono Prasetio A Mokoginta
Dekade akhir abad ke 19, di Hindia Belanda berdiri sebuah perusahaan pelayaran dengan nama Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Perusahaan ini milik kerajaan yang berkedudukan hukum di Amsterdam. Namun sejak beroperasi pada tahun 1888, kantor pusat operasi perusahaan ini berada di Batavia (sekarang Jakarta).
KPM sejak didirikan pada 4 September 1888 oleh seorang bangsawan bernama Prins Hendrikkade, bertujuan untuk mengelola pelayaran antar pulau di kawasan kekuasaan Hindia Belanda. Selain pelayaran antar pulau, KPM juga melakukan pelayaran internasional ke Afrika Selatan, Australia, China, dll.
Melayani jalur pelayaran antar pulau di Hindia Belanda, salah satu yang sering dilabuhi KPM adalah pelabuhan di pesisir Bolaang. Jika demikian, maka di awal abad 20, Kerajaan Bolaang Mongondow telah menjadi tempat persinggahan penting di kawasan utara Celebes (Sulawesi). Ini diungkapkan oleh Van Der Endt dalam catatannya hariannya De Zending In Bolaang Mongondow.
“Langs de kust vinden we ook nog enkele plaatsen van beteekenis, zooals : Bolaang, waar de ankerplaats is van de booten der Koninklijke Paketvaart Maatschappij (K.P.M.) en Mariri, een groot dorp, weder met afstammelingen van Minahassische.” (hlm. 8).
Terjemahannya
“Di sepanjang pantai kami menemukan beberapa tempat penting, antaranya: Bolaang, di mana, tempat berlabuh perahu Koninklijke Paketvaart Maatschappij (K.P.M.) dan juga Mariri, sebuah desa besar, yang dihuni oleh keturunan imigran Minahasa.”
Pesisir Bolaang dan Kotamobagu
Awal abad 20, di Kerajaan Bolaang Mongondow terdapat dua wilayah yang cukup sibuk dengan aktifitas sosial-ekonomi seperti di pesisir Bolaang dan pedalaman Kotamobagu yang berjarak kurang lebih 48 KM. Untuk kelancaran akomodasi, transportasi yang digunakan waktu itu adalah kendaraan roda dua yang ditarik oleh kuda. Menggunakan jenis transportasi ini dari Bolaang ke Kotamobagu memakan waktu berkisar 5 Jam perjalanan.
Berbeda dengan kondisi fisik jalan ke Kotamobagu, kondisi jalan sepanjang Poigar, Amurang dan Manado masih lebih baik karena dua wilayah ini merupakan tempat penting di Minahasa. Jalan antar desa, terlebih desa-desa yang berada di dataran tinggi sangat ekstrim sehingga tidak bole menggunakan roda selain kuda yang akhirnya melelahkan dan menyita waktu.
Afdeeling Bolaang Mongondow
Afdeeling adalah sebuah wilayah administratif pada masa pemerintahan kolonial Belanda setingkat Kabupaten. Administratornya dipegang oleh seorang asisten residen. Afdeeling merupakan bagian dari suatu keresidenan. Suatu Afdeeling dapat terdiri dari beberapa Onderafdeling dan landschap yang dikepalai oleh seorang bumiputera yang disebut hoofd atau kepala (Wikipedia.com)
Afdeeling di Bolaang Mongondow memiliki empat wilayah Vorstendommen (Kerajaan) yakni; Bolaang Mongondow, Binta Oega (Bintauna), Kaidipang Besar, Molibagoe (Molibagu). Keempatnya, Bolaang Mongondow lah yang memiliki luas lebih besar dengan jumlah penduduk yang juga lebih banyak.
Tiga kerajaan lainnya memiliki bahasa yang juga berbeda dengan Bolaang Mongondow walaupun memiliki karakter yang relatif identik. Empat kerajaan di Afdeeling Bolaang Mongondow memiliki pemerintahan sendiri. Pemimpin tertinggi diberi gelar raja di mana menurut Van der Endt, Raja ini ditunjuk oleh pemerintah Belanda.
Di sini Endt keliru memahami sistem pemerintahan kerajaan. Kenyataanya Raja tidak ditunjuk oleh Belanda, tapi memang langsung secara temurun karena sistem kerajaan-kerajaan Bolaang Mongondow berbentuk Monarki. Intervensi Belanda dalam kebijakan memang ada. Tapi untuk menunjuk dan memerintah raja-raja di Afdeling Bolaang Mongondow itu tidak terjadi.
Raja-raja di Afdeeling Bolaang Mongondow di bantu oleh Djogoegoe. Sementara untuk setiap distrik di mana ada lanskap diatur oleh Bupati,. Pengawasan harian di desa-desa diserahkan kepada para kepala suku, yang selain itu, bantuan seorang kepala desa kedua dan seorang penulis (juru tulis) desa.
Menyangkut kepentingan Belanda di Afdeeling Bolaang Mongondow, pemerintah Belanda menempatkan seorang Controleur yang bertugas membantu kerajaan dengan memberikan nasehat dan kebijakan. Ia bertanggung jawab kepada asisten residen yang berkantor di Manado dan kepada Gubernur Jenderal di Batavia.
Karakter Penduduk dan Bentuk Fisik
Karakter dan sikap masyarakat Bolaang Mongondow memang sangat beradab. Hal ini diakui oleh Endt berdasarkan apa yang ia lihat selama menjadi guru misi di Kerajaan Bolaang Mongondow.
Bentuk tubuh rata-rata penduduk kerajaan lebih kecil dibanding penduduk Eropa. Ekspresi wajah mereka menunjukan keramahan dan kebaikan hati. Hidung cukup datar, mata jernih, gigi yang kuat meski banyak di antara penduduk yang kelihatan mulai nampak kehitaman karena sering memakan sirih.
Masyarakat Bolaang Mongondow memiliki kulit yang berwarna coklat. Bentuk tubuh kuat dan tegap dan tubuh nampak kuat dan kokoh. Ada beberapa yang pernah dilihat oleh Endt mengangkat beban seberat 3 pikol (180 KG).
Warna rambut hitam walau ada juga yang nampak kecoklatan kecuali beberapa albino yang memiliki kulit putih dan rambut kuning. Untuk para wanita, dari pandangan Endt, memiliki gaya rambut yang aneh, rambut diberi dadih (sejenis yogurt/terbuat dari susu kerbau), memakai busur ke kiri dan kearah belakang kepala.
Wanitanya mebawa sekeranjang sayuran, sebungkus nasi dan jagung, sebotol air dan diletakan di atas kepala. Gaya berjalan mereka kaku dan agak lambat. Walau demikian, mereka begitu sopan dan riang.
Pakaian
Awal tahun 1900 an mode berpakaian penduduk di Kerajaan Bolaang Mongondow telah banyak mengalami kemajuan. Wanita memakai sarung dan kebaya, tetapi pada kain, potongan dan hiasannya terlihat. Beberapa penduduk terlihat memakai jilbab. Wanita Kristen dan anak yang sudah lulus sekolah dalam pandangan kolonial diberlakukan lebih dibanding wanita-wanita lainnya.
Pakaian kaum lelaki terlihat memakai mantel celana dan sarung pendek. Tiap berjalan sarung selalu bergeser dan akhirnya mereka membuatnya lebih longgar dan kadang lebih ketat. Ada di antara mereka terlihat mengenakan topi yang dijahit agar pas di kepala. Kaum pria juga banyak yang memakai kopiah sederhana dari beludru hitam, walau akhir-akhir ini banyak orang yang mengikuti setalan Arab yang terbuat dari kain merah yang penduduk sebut fez.
Kesimpulan
Memasuki abad 20 sejak pemerintah kerajaan Belanda mengambil alih Nusantara dari VOC, wilayah Kerajaan Bolaang Mongondow telah masuk dalam rute pelayaran di Hindia Belanda. Hal ini dapat dilihat dengan sering berlabuhnya kapal-kapal milik Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) di wilayah Bolaang.
Kotamobagu dan Bolaang telah menjadi jalur yang sibuk untuk aktifitas sosial-ekonomi. Masyarakat menggunakan kendaraan roda dua yang ditarik oleh kuda (mungkin sejenis bendi). Beberapa desa yang berada di dataran tinggi, banyak jalan-jalan yang menyambungkan antar desa aksesnya parah. Karena itu mereka tidak menggunakan roda, tapi hanya menaiki kuda.
Afdeeling Bolaang Mongondow terdiri atas empat kerajaan yakni; Bolaang Mongondow, Bintauna, Kaidipang Besar, dan Molibagu. Masing-masing memiliki otonomi yang sama untuk mengatur pemerintahannya. Dari ketiga kerajaan ini, Bolaang Mongondow memiliki luas wilayah terbesar dan jumlah penduduk terbanyak.
Penulis adalah Ketua Lembaga Pusat Studi Sejarah Bolaang Mongondow Raya (PS2BMR)