Oleh: Wahyu Pratama Andu
Tiap wilayah di Nusantara pasti memiliki cerita rakyat berupa mitos, legenda, hikayat yang diceritakan secara temurun pada tiap generasi. Namun yang menarik dari cerita rakyat Bolaang Mongondow yang saya angkat ini adalah karena alurnya terdapat dalam naskah kolonial yang berjudul “Nederlandsche Zendling Genootschap”.
Arsip ini merupakan kumpulan tulisan kontribusi terhadap pengetahuan tetang zending, bahasa, wilayah dan kultur di Hindia Belanda, yang terbit di Roterdam tahun 1867 oleh M.Wyt dan Zonen.
Menariknya, dalam arsip ini banyak cerita rakyat yang dahulu pernah diceritakan oleh kakek saya saat masih hidup, Al-Fatiha untuk beliau. Cerita yang dulu saya anggap hanya sekedar pengantar tidur, kini seakan menjadi bagian dari fakta sejarah karena bukan lagi masuk pada mitos atau legenda, tapi sebuah ‘tradisi lisan’ yang bisa dijadikan sebagai sumber pendukung untuk meneliti sejarah kritis.
Sebenarnya ada banyak sekali tradisi lisan dalam naskah kolonial di atas. Namun dalam kesempatan ini saya hanya akan mencoba menginterpretasi kisah tentang Putri Silagondo, Maindoka dan Negeri Buntalo. Di lain waktu cerita lainya akan saya tuangkan lagi pada tulisan-tulisan yang akan datang.
Boki’ Silagondo
Putri cantik itu bernama Silagondo. Ia menikah dengan Jajubangkai, seorang putra kerajaan dari Dumoga tudu Bumbungon yakni Punu Mokodoludut. Jajubangkai mewarisi tahta kepunuan setelah ayahnya Mokodoludud.
Setelah menikah dengan Putri Silagondo, mereka kemudian tinggal di Boentalo, sebuah negeri di atas gunung.
Putri Silagondo memiliki seekor anjing besar dan gesit. Namanya Maindoka yang pandai berburu sapi hutan (hewan sapi liar yaitu antelop) dan babi utan (babi hutan). Ketika sang putri menginginkan sapi atau babi hutan, ia hanya berkata kepada anjingnya, Maindoka, “Saya ingin makan sapi hutan.
” Maka anjing itu akan masuk ke dalam hutan dan tidak akan kembali, kecuali dia membawa apa yang diinginkan majikannya.
Semua orang tercengang saat mengetahui kehebatan Maindoka, dan ingin memilikinya, tidak terkecuali orang Spanyol, yang pada saat itu sering datang ke Boentalo untuk berdagang.
Mereka berusaha keras untuk mendapatkan Maindoka. Mereka merayu Silagondo dengan menawarkan banyak hal baik dan menggodanya tiap hari demi mendapatkan cintanya (Maindoka).
Akhirnya permintaan tanpa henti ini mulai membuat Putri Siagondo resah. Putri menjadi takut, dan tidak lagi berani menolak permintaan orang Spanyol yang perkasa itu, sehingga hewan kesayanganya itu dengan berat hati dijual dan segera setelah kapal itu berlayar.
Maindoka melompat ke dek, menangis, melihat ke arah benteng di darat, yang secara perlahan menghilang dari pandangan.Tiba-tiba Maindoka melompat ke laut dan berenang kembali ke majikannya Putri Silagondo.
Konflik dengan Spanyol
Setahun kemudian orang Spanyol kembali untuk menuntut anjing itu. Tapi kali ini putri menolaknya. Orang Spanyol mengancam Silagondo dengan perang.
Sang putri kemudian mencari cara untuk membebaskan dirinya dari para pengunjung berbahaya ini. Dia menyiapkan makanan besar, lalu dengan ramah mengundang orang-orang Spanyol yang tidak menduga makanan itu telah diracuni sehingga beberapa dari mereka yang tamak akhirnya meninggal.
Kebanyakan dari mereka yang terbaring di tanah karena mengalami sakit yang parah. Di antara mereka hanya sedikit yang selamat. Adapun mereka yang belum makan, segera kembali ke kapal. Memutar kemudi mencari arah ke mana mereka akan membawa orang-orang mereka yang sakit karena makanan itu.
Sambil berlalu mereka menembak Boentalo dengan cara yang mengerikan. Para penduduk dan negeri dihancurkan, dengan beberapa retakan di bebatuan bintik cokelat di puncak gunung, disebut sebagai jejak pemboman yang bertahan lama hingga sekarang.
Seketika Jajoebangkai dan istrinya Putri Silagondo menghilang secara misterius. Sisa lima keluarga Boentalo melarikan diri ke Orang Lombagiu. Di sana akhirnya mereka menetap. Orang Spanyol kemudian meninggalkan teluk, dan sejak itu tidak datang berdagang lagi di daerah Boentalo.
Diceritakan pula di sana di kaki Boentalo mengapung Pulau kecil. Putri Silagondo cenderung pergi setiap malam untuk membuat benang. Setelah mendapatkan jumlah benang yang cukup, dia mendayung ke pulau Pogogabola dekat Pulau Tiga, untuk menenun sarung.
Jajubangkai dan Putri Silagondo dikaruniai dua orang Putra yaitu Kinalang Damopolii dan Makapo serta seorang putri bernama Pinomuka. Dari ketiganya, Kinalang atau Damopolii lah yang selanjutnya diangkat menjadi Punu Molantud menggantikan ayahnya menjadi pemimpin kerajaan Bolaang Mongondow.
*Penulis adalah pengiat sejarah di Pusat Studi Sejarah Bolaang Mongondow Raya (PS2BMR)