Oleh:
Murdiono Prasetio A. Mokoginta*
Sulit menentukan status negeri ini yang nampak merdeka tapi diklaim sebagai wilayah koloni Nederland di kawasan Hindia Timur. Belanda menganggap bahwa kenyamanan dan ketentraman yang dirasa oleh Kerajaan Bolaang Mongondow beserta rakyatnya, pun negeri lain seperti Bintauna, Kaidipang, Buol, Gorontalo adalah buah pembiaran, ibarat belas kasih dari Belanda agar mereka terbuai indah dalam alam penjajahan mereka.
Kerajaan Bolaang Mongondow beserta batas-batasnya dengan Minahasa yang dipisah oleh sungai Poigar dan Buyat yang mengalir menuju dua arah berlawanan, yang pertama di laut utara Celebes, dan satunya lagi ke laut Tomini. Arah Barat Kerajaan Bolaang Mongondow adalah Bolaang Itan dan Kaidipang, sebagai dua negara kecil. Lanjut menuju wilayah pemerintahan Kwandang dan landskap Buol yang berdampingan dengan pemerintahan Celebes.
Lanskap Bolaang Uki dan Bintauna berpusat di Bolaang Mongondow yang dihubungkan melalui kontrak terpisah dengan Belanda. Bolaang Itan dan Kaidipang pernah bersatu di awal abad ke-17 namun kembali dipisahkan pada tahun 1677. Batas alam Bolang Itan dan Kaidipang adalah sungai Kaidipang.
Batas Barat Kaidipang adalah Tanjung Doelan dan Tanjung Besar sekitar 123 10 BT yang membentang sepanjang utara hingga sungai Hoeloedibonga dipisahkan dari lanskap Buol. Buol membentang di sepanjang pantai utara Celebes sampai 1210 BT. Wilayah ini berbatasan dengan Toli-Toli dipisahkan sungai Lakea di kampung Lingada yang mengalir ke laut Celebes.
Itulah informasi awal yang ditulis oleh H. G. Bertelds, pemimpin redaksi ‘Soerabaiasch-Handelsblad, edisi; Kamis, 6 Februari 1896, No. 31 pada surat kabarnya. Bertelds melanjutkan, pada pertengahan abad-16 hampir seluruh pantai utara Celebes masih berada di bawah pengaruh Spanyol. Pada beberapa tempat di Manado dan Bolaang, orang Spanyol sempat mendirikan beberapa benteng. Bahkan dalam sebuah legenda, Spanyol pernah mendirikan benteng di Bolaang Uki.
Pada beberapa tempat di atas, Pastur Pieter Mascarenhas dan Didacus Magelanes memiliki peran penting menyebarkan agama Katolik dan pengaruh bangsa Spanyol di wilayah-wilayah ini. Pada tahun 1568 (1564?), Magellans mengubah 1500 orang Bolaang menjadi Katolik. Ia lalu melanjutkan perjalannannya ke Sangihe dan Manila. Dari sana ia segera kembali dan menuju Kaidipang hingga mengajarkan hampir seluruh pendudukanya ke dalam iman Katolik.
Bangsa Belanda sendiri baru datang ke Utara Celebes pada tahun 1644 ketika Alfoeren dari Manado dengan bantuan Ternate mengusur orang Spanyol dari Manado. Henrico Parera yang biasa dipanggil orang-orang di sana Hendrkus Cos juga sangat membantu kesuksesan misi ini. Tahun 1657 Gubernur Simon Cos membangun sebuah benteng di Manado yang diduduki Kompeni, dan tahun 1663 Spanyol angkat kaki dari Ternate.
Demi mempertegas hagemoni VOC di kawasan Hindia Timur, Gubernur Ternate Maximilian de Jong dan Abraham Verspreet memandang perlunya menundukan Siauw dan kepulauan Utara di dalam pengaruh mereka. Yang mengeksekusi kebijakan ini adalah penganti mereka Robertus Padtbrugge dan dengan tegas menyatakan untuk membantu Ternate sebagai aktor utama dalam perang melawan Siauw pada 16 Agustus 1677.
Tanggal 20 Agustus 1677 Padtbrugge dan armada Ternate tiba di Manado. Dari sana ia berangkat pada pukul 09.00 di pagi tanggal 5 September 1677 dengan kapal Flying Swwan dan tiga kora-kora ke Kaidipang. Armada ini tiba di Kaidipang pada tanggal 8 September 1677 dan langsung bertemu dengan Raja Martinus Binangkal yang memberikan mereka bantuan untuk melawan Bolang Itan. Mereka juga siap mengubah keyakinan mereka dari Katolik dan memeluk Protestan.
Tanggal 9 September 1677 tanah semenanjung utara Celebes menjadi saksi perundingan empat kekuatan VOC, Ternate, Kaidipang dan Bolang Itan. Pastor Torcotti yang sangat berpengaruh di Bolang Itan memberi saran Raja Intje Mennes untuk menolak perundingan itu. Perundingan akhirnya gagal karena Bolang Itan menolak segala hasil kesepakatan di dalam perundingan.
Di tengah kondisi mencekam ini VOC, Ternate, dan Kaidipang bersekutu dan menyatakan perang terhadap Bolang Itan pada hari itu juga. Laut Utara berkecamuk, perang berkobar dengan dahsyatnya walau nampak tidak seimbang karena Bolang Itan berdiri sendiri tanpa sekutu.
Spanyol tidak memberi bantuan pada mereka. Siauw baru saja menerima serangan dahsyat pada bulan Agustus sebelumnya hingga hasil perang ini mulai nampak tidak akan mungkin dimenangkan Bolang Itan.
Malam hari tanggal 18 September 1677 badai perang di Utara berhenti seiring jatuhnya Bolang Itan yang kalah dalam pertempuran dahsyat ini. Pasca kekalahan Bolang Itan, Pastor Torcotti disingkiran dari sana. Kaidipang dan Bolang Itan akhirnya berada di dalam otoritas kerajaan Ternate. Dua wilayah ini juga harus menerima agama Protestan sebagai keyakinan resmi mereka.
Setelah masalah di Bolang Itan dan Kaidipang selesai, Padtbrugge melanjutkan perjalanannya ke Kwandang dan lanjut ke Gorontalo. Dari Gorontalo Padtbrugge menuju Amurang untuk meminta bantuan Raja Loloda Mokoagow menyediakan beberapa pasukan untuk penyerangan ke Siauw. Raja juga mengakui kedaulatan Ternate atas beberapa wilayah yang berada di bawah pengaruh mereka selama ekspedisi.
Saat di Amurang, Padtbrugge juga mendapat kunjungan dari Djogugu Buol yang sebelumnya telah menyatakan kepada AndriesTurtados bahwa ia ingin memeluk Kristen dan siap membicarakan hal ini dengan Gubernur. Diketahui bahwa sejak tahun 1705 di Buol terdapat 1615 pemeluk Kristen selain orang-orang pagan dan Islam yang ada di sana.
Dari Amurang, Armada VOC, Ternate, dan Bolaang Mongondow menuju Siauw untuk melancarkan serangan di sana. Pada akhirnya serangan ini berhasil mengusir pengaruh Spanyol dari Siauw dan menundukan kerajaan ini di bawah Ternate pada 8 November 1677. Setelah penaklukan ini, Sultan Amsterdam menyerahkan Siauw kepada Padtbrugge.
Padtbrugge sukses memainkan peran penting untuk menguasai kepulauan Utara ke dalam pengaruhnya. VOC berhasil memonopoli semua wilayah ini dan mengusir jauh ke Manila pengaruh Spanyol.
Hanya tinggal satu kekuatan lagi yang menghalangi ambisi Padtbrugge di Utara, yaitu Loloda Mokoagow, Raja Bolaang Mongondow yang memiliki kekuasaan hingga Manado. Setelah jatuhnya Siauw, Sultan Amsterdam dan Raja Loloda harus disingkirkan secepatnya.
BACA JUGA: Negeri Bogani dalam “Soerabaiasch Handelsblad, 22 Dec 1893” (Bagian Pertama)
Lima bulan setelah ditaklukannya Ternate, pada tanggal 3 Maret 1678 Sultan Sibori Amsterdam menyerahkan semua wilayah pengaruhnya di Utara Celebes di bawah kendali Gubernur Robertus Padtbrugge.
Maka semua wilayah-wilayah penaklukan pada tahun 1677 dan sebelum itu secara resmi diambil alih oleh kompeni terkecuali wilayah Raja Loloda Mokoagow dari Bolaang Mongondow hingga Manado. Legitimasi Loloda atas wilayah Amurang, Manado dan sekitarnya kemudian berakhir pada 1679.
Setelah beberapa wilayah bekas taklukan Ternate berada dalam kewenangan kompeni, beberapa informasi mengenai wilayah-wilayah di sekitarnya menjadi agak kabur terkecuali Minahasa. Hingga tahun 1832 di wilayah Bolang Itan dan keturunan mereka justru ditemukan di Bolaang Mongondow. Berita dari wilayah-wilayah ini kemudian menjadi simpang siur.
Pada tahun 1829 Residen Manado Pietermaat melakukan kontrak dengan Bolaang Mongondow, Bolang Itan, Kaidipan, dan Buol yang kemudian beberapa kali diubah ubah agar kemudian sesuai dengan keadaan dan tuntutan zaman. Menurut kontrak ini, Raja-raja kaya, Boelang Uki dan Bintauna wajib membayar upeti berupa emas kepada pemerintah Belanda.
Emas menjadi bahan tambang utama di wilayah utara Celebes. Bolaang Mongondow dan Buol tiap tahunnya bahkan menghasilkan sekitar 200 ons emas. Di wilayah-wilayah lain tidak sebanyak hasil dari dua wilayah ini. Hingga tahun 1831 orang-orang Buol mengerjakan tambang emas Sumelata.
Di Bolaang Mongondow tambang emas berada di Kotabunan yang berada di wilayah pesisir Selatan kerajaan ini. Raja Bolaang Mongondow juga pernah mengekspolitasi tambang emas di Totok dan Belang meski hasilnya tidak signifikan.
Emas juga ditemukan di hampir semua pegunungan sekitar Lolak Bolaang Mongondow, pegunungan Bolang Uki sebelah barat, sungai Bolang Uki dan kali Bangkob di Bintauna, namun penduduk merahasiakan letak-letak sumber kekayaan ini.
Kenyataan hampir semua kerajaan di Utara Celebes adalah negara-negara emas. Tambang emas Palele dan Sumalata membuktikan ini. Dan tidak diragukan lagi terdapat situs yang lebih kaya daripad dua tempat itu di Nord Celebes, Bolaang Mongondow. Kekayaan mereka mungkin berada di atas tanah daripada jauh di dalamnya.
*Penulis adalah Ketua Lembaga Pusat Studi Sejarah Bolaang Mongondow Raya (PS2BMR)