Oleh:
Murdiono Prasetio A. Mokoginta*
Celebes atau Sulawesi sejak dahulu kala mempunyai potensi yang sangat berlimpah. Energi, pertambangan dan pertanian merupakan kekayaan alam yang menjadi primadona hingga menarik kedatangan bangsa-bangsa asing menginjakan kaki di atas tanah ini.
Spanyol, Portugis, hingga Belanda adalah di antara bangsa-bangsa Eropa yang pernah datang kemari. Awalnya mereka hanya berniat menguasai Celebes dan orang-orangnya untuk memonopoli perdagangan.
Abad ke-16–18, sama sekali tak ada kesadaran orang-orang Eropa yang datang ini untuk menguasai sumber daya alam yang terkandung dalam bumi Celebes. Bagi mereka, monopoli dan mengontrol jalur niaga rempah-rempah sudah lebih dari cukup untuk mendatangkan keuntungan.
Abad ke-19, ketika industri berkembang dengan pesatnya di Eropa. Barulah bangsa kulit putih mulai memberi perhatian untuk mengeruk sumber daya alam yang terkandung. Hal ini terungkap dalam surat kabar perdagangan masa kolonial Soerabaiasch Handelsblad.K oran ini didirikan pada tahun 1853 dan beredar di Surabaya. Penerbit koran ini adalah Kolff dan Company.
Ada sesuatu yang menarik saya saat membaca satu ulasan dalam koran Soerabaiasch Handelsblad edisi Kamis 22 Desember 1893, No. 288. Sebuah artikel yang ditulis oleh seorang yang menggunakan nama pena ‘Democritos’ yang berjudul De Noordkust van Celebes onder de O. I. Compagnie; terjemahannya ‘Pantai Utara Celebes di bawah O. I. Company’.
Paragraf pertama tulisannya, penulis mengklaim bahwa secara ‘de facto’ Celebes adalah milik pemerintah Belanda namun beberapa wilayah di sini, nyatanya terdapat kerajaan yang menjalankan pemerintahan mereka hampir tak terbatas (independen) juga tanpa campur tangan pemerintah kolonial.
Penulis lalu merujuk salah satu kerajaan yang dimaksud ini yakni Kerajaan Bolaang Mongondow dan mengemukakan pernyataan bahwa wilayah ini sebelumnya telah dicatat dalam beberapa karya Mr. Riedel, Schwarts dan Wilken.
Sayangnya karya tiga orang itu hanya dipandang sebelah mata oleh pemerintahan Belanda di Batavia. Bagi mereka Bolaang Mongondow ini hanyalah sekian dari wilayah yang terisolir, sama saja seperti pedalaman Afrika. Catatan-catatan tentang negeri ini belum mampu meyakinkan para pejabat tinggi Hindia Belanda.
‘Democritos’ berpandangan bahwa inilah letak kekeliruan pemerintah yang terlalu menganggap remeh negeri-negeri kaya di Celebes. Oleh karena itu ia menulis artikel panjang ini untuk membuka kesadaran pejabat tinggi di Batavia bahwa apa yang mereka anggap sebelah mata adalah kesalahan. Mereka harus datang ke sana, Celebes, negeri kaya di antara mutiara kemilau di kepulauan Hindia Belanda.
“I therefore wish to outline our initial acquaintance with and conquest of those rich regions, perhaps that could contribute to arousing more interest in those regions.” (“Oleh karena itu, saya ingin menguraikan kenalan awal kita dengan dan penaklukan wilayah kaya itu, yang mungkin berkontribusi untuk membangkitkan lebih banyak minat di wilayah tersebut.”)
Pernyataan di atas menjadi alasan ‘Democritos’ menulis artikel yang panjang ini. Ia ingin membangkitkan minat pejabat dan pengusaha Hindia untuk ke sana dan melihat langsung segala potensi dan sumber daya alam di Celebes dan Bolaang Mongondow lebih khusus lagi.
Kondisi Bentang Alam
Bolaang Mongondow adalah di antara permata kemilau di ujung utara Celebes. Bagian Timur kerajaan ini berbatasan dengan Minahasa yang dipisahkan oleh sungai Poigar di sebelah timur dan Boejat (Buyat) dan aliran sungai seratus gunung. Sungai Poigar mengalir ke laut Celebes dan Boejat di Tomini.
Kerajaan Bolaang Mongondow berdampingan dengan Bolang Itan yang jauh lebih keci dari Gorontalo yang di bawah pengaruh langsung kolonial sejak 1889. Adapun Bolang Uki dan Bintauna terletak berbatasan dengan Kerajaan. Mereka adalah kerajaan yang merdeka tapi berada dalam pengaruh Kerajaan Bolaang Mongondow yang lebih tua peradabannya.
Bolang Itan terbentuk secara keseluruhan pada awal abak ke-17 dan berdampingan dengan Kaidipang. Dua wilayah ini terpisah secara permanen pada tahun 1677 yang dipisahkan oleh batas sungai Kaidipang.
Batas barat Kaidipang dibatasi oleh Tandjung Doelan dan Tandjung Besar antara 1280 10’O.L. Pembagian ini membentang di sepanjang Pantai Utara sampai ke hulu sungai Dobonga 1220 8 BT. Di bagian Gorontalo, Bolang Itan, juga dan Kerajaan Buol yang merupakan salah satu yang terbesar setelah Kerajaan Bolaang Mongondow.
Pengaruh Bangsa Eropa Abad XVI – XIX
Sebelum kedatangan Padtbrugge tahun 1677, hampir sebagian besar wilayah utara Celebes berada di bawah pengaruh Spanyol. Agama Katolik masuk ke wilayah kerajaan-kerajaan ini sekitar tahun 1568 yang di bawah oleh Pastor Magellanes dan mengkristenkan 1.500 jiwa orang Bolaang Mongondow. Setelah pekerjaan itu, ia pergi ke Sangihe hingga Manila bersama Pastor Mascarenbas dan kembali lagi melanjutkan misi ‘gospel’ ke Kaidipang di mana dalam waktu singkat seluruh penduduknya mengikuti Pastor Magellanes.
Tahun 1644 Alfoeren dari Manado dengan dibantu oleh orang-orang Ternate mengusir orang Spanyol dari pulau-pulau utara Celebes. Setelahnya dibangun sebuah benteng di Manado oleh Gubernur Ternate Simon Cos.
Pembangunan benteng ini memutus pasokan bahan makanan Spanyol ke Maluku 1663. Pada akhirnya selang beberapa waktu Maluku dikuasai secara penuh oleh East India Company.
Tahun 1677 Robertus Padtbrugge diangkat menjadi Gubernur Hindia Timur di Ternate. Ia memiliki ambisi membawa Kerajaan Siauw lepas dari Spanyol dan berada di bawah kekuasaan Hindia Timur.
Langkah pertamanya adalah menjalin hubungan dengan Sultan Sibori Amsterdam yang terkenal kejam. Setelah merangkul Ternate, Padtbrugge menyarankan Sultan untuk melakukan serangan ke Siauw demi meruntuhkan dominasi kerajaan ini di kepulauan Utara. Siauw dipandang sebagai mercusuar Spanyol di Celebes yang harus diusir dari sana, jika tidak, maka ancaman bagi eksisteni kompeni akan selalu terancam.
Tanggal 3 Mei 1677 Sultan Sibori Amsterdam di Ternate menyatakan perang terhadap Kerajaan Siauw. Perang ini akan pecah dengan dahsyatnya dan akan mengubah arah sejarah yang panjang di masa depan.
Belanda memainkan politiknya dengan mengontrol jalannya perang di balik layar. Mengapa? Karena di Eropa, mereka terikat perdamaian dengan Spanyol dalam pelayaran dunia. Ambisi tetaplah ambisi. Perdamaian hanya berlaku antara dua negara tapi tak berlaku antara Ternate dan Siauw atau Ternate dan Spanyol.
Ternate dijadikan peluru untuk menyerang Siauw yang saat itu jelas berada dalam pengaruh Spanyol. Sementara Padtbrugge memiliki misi merangkul Raja Loloda Mokoagow, Raja Bolaang yang memiliki kekuasaan luas hingga Manado. Ia menjadi penentu dalam kemenangan dan ambisi Belanda yang ingin menguasai utara Celebes. Bila Sang Raja memilih bersekutu dengan Siauw, maka jalan yang semula mulus akan terasa terjal bagi Ternate dan kompeni.
Sebaliknya bila Sultan Amsterdan berhasil menarik Raja Loloda dalam pertempuran melawan Siauw. Maka jalan kemenangan akan terbuka karena armada VOC dan Ternate di dukung oleh kekuatan utama di utara Celebes yang nama besar rajanya disegani oleh kawan maupun lawan di lautan Molucas.
Bagaimana jalannya pertempuran besar ini? Pertempuran Bolang Itan melawan Sekutu Kaidipang, Ternate dan kompeni? Apa peran Raja Loloda Mokoagow?
Akan dilanjutkan dalam ulasan pada bagian ke-2 tulisan ini. (BERSAMBUNG)
*Penulis adalah Ketua Lembaga Pusat Studi Sejarah Bolaang Mongondow Raya (PS2BMR)