Chairun Mokoginta: Tapaluk merupakan pakaian yang biasa digunakan para Bogani perempuan; tidak sembarang digunakan. Pakaian tapaluk asli tinggal satu set dan telah berumur ratusan tahun. Pasangan tapaluk adalah siningkona (pakaian kebesaran Bogani laki-laki dan belum di revitalisasi).
BOLMONG—Semangat menggelorakan peradaban Bolaang Mongondow (Bolmong) berkelindang di tengah puncak perayaan hari ulang tahun (HUT) Kabupaten berjuluk “lumbung beras” ini. Khususnya debat tentang berapa sesungguhnya HUT Bolmong secara entitas, bukan hanya administrasi pemerintahan otonom.
Para pegiat dan periset muda seperti Murdiono Mokoginta, Uwin Mokodongan, Sumitro Tegela, dan Hendra Mokoagow serta sejumlah kelompok diskusi mengemukakan pendapatnya tentang HUT Bolmong yang jauh lebih tua dari yang peringati setiap tanggal 23 Maret 1954.
BACA JUGA: Sejarah Entitas Bolaang Mongondow, Catatan untuk HUT Ke-67
Ini tentu sebuah ‘wind of change mindset‘ (angin perubahan cara pandang). Secara tradisi, setiap HUT Kabupaten Bolmong –bahkan nyaris seluruh negeri di tanah air– diperingati tak hanya seremoni tapi juga cara berbusana, yakni pakaian adat.
Di setiap HUT Kabupaten Bolmong, begitu juga Kota Kotamobagu, peserta laki-laki mengenakan pakaian adat baniang. Sedangkan perempuan, salu‘. Menariknya, Bupati Bolmong Yasti Soepredjo Mokoagow yang bertindak sebagai inspektur upacara HUT Bolmong, Selasa (23/3), menggunakan pakaian adat yang tampak berbeda dengan lainnya.
Bupati Yasti mengenakan tapaluk. Kendatipun bukan yang pertama kali, melainkan sejak beberapa tahun silam, begitupun Walikota Kotamobagu, Tatong Bara jika HUT Kota Kotamobagu.
Tapaluk? Ya, tapaluk adalah pakaian adat khusus untuk pemimpin perempuan untuk daerah Bolmong di masa lampau. Budayawan BMR, Chairun Mokoginta, menjelaskan, pakaian adat tapaluk ini melambangkan sebuah tanggungjawab, kekuatan, kebersamaan, dan kesejateraan.
“Tapaluk merupakan pakaian yang biasa digunakan para Bogani perempuan (pemimpin kelompok masyarakat M Mongondow dahulu). Tapaluk ini tidak sembarang digunakan, hanya digunakan khusus di acara tertentu,” terang Mokoginta.
Mantan anggota DPRD Bolmong ini menjelaskan, pada bagian kepala yang dikenakan disebut papodong. Lantas, yang terikat menggantung di lengan kiri dan kanan namanya batakan.
“Adapun yang melilit melintang di tubuh disebut bandang. Kemudian di pinggang disebut bongkol” jelas Mokoginta.
Tokoh yang mendedikasikan hidupnya selama lebih 30 tahun untuk inventarisasi data dan benda kebudayaan serta kesenian BMR itu melanjutkan, tapaluk adalah hasil penelitian ilmiah yang dia lakukan dan baru dapat di revitalisasi tahun 2017.
“Tapaluk pertama kali dipakai oleh Ibu Yasti Soepredjo Mokoagow, Bupati Bolmong, pada saat pelantikan beliau secara adat sebagai pemimpin adat tertinggi Bolmong.” Menurut Mokoginta, pakaian tapaluk asli tinggal satu set dan telah beumur ratusan tahun. Pasangan tapaluk adalah siningkona, pakaian kebesaran Bogani laki-laki dan belum di revitalisasi.
Dengan demikian, setelah beberapa tahun senantiasa dikenakan oleh Bupati Yasti di upacara resmi adat, secara langsung Bupati Yasti telah mengampanyekan tapaluk pada khalayak. Dan ‘aktor belakang’ layarnya adalah Chairun Mokoginta. (*/Irw)