KOTAMOBAGU – Kendati draf Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Perda (Ranperda) Hari Ulangtahun (HUT) Kotamobagu notabene sudah siap, namun DPRD Kotamobagu belum buru-buru melangsungkan pembahasan dengan pihak eksekutif.
Untuk itu, dipimpin Ketua Bapemperda, Anugrah Begie Gobel (ABG) digelar focus group discussion (FGD), bertempat di ruang Banmus Gedung Paloko Kinalang, Kotobangon, Sabtu (20/3) sore. Terpantau, Gobel didampingi Wakil Ketua dan anggota Bapemperda, Rewi Daun dan Alfitri Tungkagi.
Adapun peserta lain yang hadir dari Kanwil Kemenkum dan HAM Sulut, dipimpin Kepala Bagian Hukum F Hendra Zachawerus beserta armada drafter (perancang peraturan perundang-undangan) antara lain Arthur Mumu, Ray Waya Lasut, dan lain-lain. Rombongan dari Kanwil ini berjumlah lebih dari 10 orang, dengan tiga mobil.
BACA JUGA: Peringatan HUT Kotamobagu 23 Mei Belum Berlandaskan Sejarah yang Kuat
Sementara budayawan, penggiat, dan periset sejarah BMR turut diundang, antara lain Chairun Mokoginta, Hasman Bahansubu, Sumitro Tegela, Uwin Mokodongan, serta Murdiono Mokoginta dan Syarif R Mokoginta dari PS2BMR (Pusat Studi Sejarah BMR).
Mereka menyertakan buku, artikel yang sudah dimuat berbagai media massa, dan dokumen tua yang diunduh dari museum etnografi di Leiden, Belanda dan Arsip Nasional RI (ANRI) di Jakarta.
Berbagai argumen dipaparkan beserta dokumen pendukung oleh Chairun, Murdiono dan lain-lain. Adapun pihak Kanwil sebagai perancang dokumen NA dan Ranperda lebih banyak menyimak, sesekali meminta informasi yang dibutuhkan.
BACA JUGA: Sejarah Kotamobagu, Kota 111 Tahun
ABG menjelaskan, maksud FGD adalah untuk mengomprehensifkan bahan yang sudah ada, sekaligus memantapkan ketetapan kapan persisnya HUT Kotamobagu? Menurut politikus PAN ini, walau FGD berlangsung sangat alot namun mereka sudah mencapai kesepakatan, berdasarkan sumber primer sejarah yang ada, tentang rujukan Kotamobagu resmi ada sebagai sebuah entitas.
Kapan? “Nanti juga terkuak saat pembahasan Ranperda dimulai,” jawabnya sambil berteka-teki. ABG menjelaskan, Kotamobagu bisa dilihat dari dua perspektif, sebagai sebuah wilayah atau entitas berperadaban dan sebagai sebuah daerah otonom yang memiliki pemerintahan.
Sebagai wilayah otonom yang berpemerintahan, ada UU Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pembentukan Daerah Kota Kotamobagu (KK) di Provinsi Sulut, yang diundangkan tanggal 2 Januari 2007. Ulangtahunnya diperingati setiap 23 Mei, tanggal dilantiknya Siswa Rahmad Mokodongan sebagai Penjabat Pemangku Sementara (PPS) Walikota.
“Untuk HUT KK, dasarnya adalah Perda Nomor 37 Tahun 2008,” sebut ABG. Untuk mengubah Perda Nomor 37, lanjut anggota dua periode ini, bisa, lewat dokumen sejarah. Lewat FGD tadi, paparnya, DPRD telah memiliki dokumen primer (manuskrip hasil unduhan), sekunder, dan tersier serta tradisi lisan (o’uman).
“Jadi, Perda Nomor 37 Tahun 2008 sesungguhnya sudah bisa kita patahkan. Apalagi Das Sein (peristiwa) UU Nomor 4 Tahun 2007 sebagai Das Sollen (rujukan hukum) adalah 2 Januari, bukan 23 Mei,” ucap ABG.
BACA JUGA: Membaca Filosofi Sejarah Kotamobagu Menuju Usia 110 Tahun
Namun, lanjut dia, ada perspektif lain, yakni entitas. Sebagai sebuah entitas, bisa ditelusuri dari dokumen yang ada, menyangkut keberadaan Kotamobagu, sejak tahun 1901, saat digagasnya pusat pemerintah kerajaan yang baru, pasca peralihan dari Datu Ridel Manoppo ke Datu Carnelis Manoppo serta kantor controleur (onder afdeeling) Hindia Belanda.
“Semua akan jelas di pembahasan nanti. Yang pasti kami sangat menginginkan Ranperda ini akan lestari, tidak direvisi lagi, karena basis narasi dan dokumennya kuat. Dan, bisa saja ada HUT KK dan HUT Kotamobagu. Satu karena pemerintahannya, yang lain karena entitasnya,” tutup ABG. (*/Bob)
Ketua Bapemperda Anugrah Begie Gobel tengah memimpin FGD Ranperda HUT Kotamobagu.
Kronologi Kotamobagu Menjadi Entitas Berperadaban
1901 – Digagasnya perpindahan ibukota kerajaan Mongondow, dari Bolaang ke Sia dan rencana kantor controleur Hindia Belanda. Sumber: sekunder, tersier, tradisi lisan.
1902-1906 (kurang lebih) – Perang Pontodon. Dampak dari Perang Pontodoon adalah kepindahan dari Sia –berdekatan dengan Pontodon dan Bilalang– ke dataran rendah di sekitar Kottobangon (nomenklatur Kotobangon ketika itu). Sumber: primer/ sekunder, dan tradisi lisan.
1905 – Besluit (Surat Keputusan/SK) Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 26 Mei 1905 tentang Perluasan Pembangunan Proyek Kota Baroe sebagai Ibukota Onder Afdeeling Bolaang Mongondow. Sumber: primer/sekunder.
1906 – Besluit (Surat Keputusan/SK) van 10 Januari 1906 No. 82 Staatblads IF41 tentang perubahan nomenklatur dari “Kota Baroe” menjadi “Kota Mobagoe”. Sumber: primer/sekunder.
1907 – 30 April 1907, prosesi adat itum-itum perpindahan dari “Kota Koyongan” (di Sia) ke “Kota Mobagoe” (di sekitar Kottobangon). Sumber: sekunder dan tradisi lisan.
1910 – Besluit Van de Governeur General Van Nedherlandsch Indie Van 29 September 1910 IF.26 Staatblads No. 519. Sumber: primer/sekunder.
1911 – Peresmian Kota Mobagoe, bersamaan dengan peresmian Rumah Sakit pertama (kemungkinan besar lenyap saat pembumi-hangusan gerakan Permesta di Kotamobagu, September 1959), gereja (kini gereja GMIBM di Kelurahan Kotamobagu) dan Ulang Tahun Ratu Juliana di Belanda. Sumber: primer/sekunder.
2007 – Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pembentukan Daerah Kota Kotamobagu di Provinsi Sulawesi Utara, Lembaran Negara RI Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4680). Sumber: primer.
2008 – Perda Nomor 37 Tahun 2008 tentang Hari Ulang Tahun Kotamobagu. Sumber: primer.
(*/Bob)